Mengenai Saya

Kamis, 27 Desember 2012

konflik lampung selatan dan lampung utara



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masyarakat indonesia memiliki semboyan bhinika tunggal ika  yang berarti berbeda-beda tetap satu jua . dengan semboyan itu menandakan bahwa indoensia mereupakan sebuah Negara yang meiliki keanekaragaman manusia .  indonesia memiliki banyak suku yang meiliki kebudayaan masing-masing , dengan semboyan bhinaka tunggal ika tersebut di harapkan indonesia dapat hidup rukun dalam perbedaan yang ada di indonesia . karena setiap suku yang memiliki sebuah kebudayaan atau adat istiadat yang berbeda .  setiap seku yang memiliki sebuah kebiasaam tersendiri dalam kelompoknya .  mereka memiliki norma dan nilai-nilai social yang mereka gunakan untuk mengontrol anggota kelompok .  masyarakat menganggap semua norma yang mengatur dan menata tindakan tidak sama beratnya , dalam masyarakat ada norma yang sabgat berat sehingga apa bila mereka melakuakan pelanggaran terhadap norma tersebut akanada akibat dari tindakan itu . para pelanggar akan di tuntut , di adili dan di hukum akantetapi ada norma yang dianggap ringan sehingga apabila di langgar tidak aka nada akibat yang berat , akan tetapi akan mendapatkan ejekan ,atau gunjingan saja dari masyarakat . oleh karena itu masyarakat setiap suku menggunakan identitas yang ada dan sesuai berdasarkan kelompoknya . menurut Clifford geertz , indonesia merupakan Negara tempat semua arus cultural sepanjang tiga millennia mengalir berurutan memasuki nusantara dari india , cina  timur tengah dan eropa yang terwakili di tempat-tempat tertentu seperti di bali terdapat komunitas hindu , pemukiman cina di Jakarta dan usat muslim yaitu di aceh . banyak fakta historis cultural yang di katakn geertz . geertz menunjukkan fakta tentang situasi masyarakat indonesia yang memiliki struktur social yang besar seperti sistem-sistem melayu polinesia di pedalaman Kalimantan dan Sulawesi. 
Budaya dan etnis adalah dua hal yang sangat erat kaitannya,tdk dapat di pisahkan satu dengan lainnya,karena setiap kelompok masyarakat memiliki kebiasaan yang di sebut Budaya dan setiap Budaya pasti memiliki etnis tertentu sebagai ciri dari sekumpulan budaya tersebut . Corak khas dari kebudayaan bisa tampil karena  kebudayaan itu menghasilkan suatu unsure yang kecil yang berupa suatu unsure kebudayaan fisik dengan bentuk khusus. Budaya merupakan suatu kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan yang dipelajari seseorang, yang dapat mengarahkan seseorang tersebut dalam menggunakan suatu barang atau jasa. Kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan itu dapat muncul bila seseorang melakukan interaksi, hubungan dan saling mempengaruhi dalam berperilaku. Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis . Setiap kebudayaan atau adatt istiadat dalam suatau etnis memiliki unsure- unsure tersendiri seperti sistem ekonomi misalnya memiliki wujud sebagai konsep , rencana , kebijaksanaan , adat istadat yang berhubungan dengan ekonomi , akan tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa tindakan dan intraksi berpola produsen ,peralatan dan benda ekonomi . demikian juga dengan sistem religi  . missal mereka memiliki sebuah kepercayaan tentang tuhan , dewa , roh halus , surge dan neraka . yang memiliki sebuah kebiasaan seperti upacara dalam proses kepercayaan mereka .  semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa , yang biasanya di sebut dengan emosi keagamaan . emosi keagamaan ini biasanya mendorong orang untuk melakukan religi  . dalam religi biasanya terdapat suatu benda, suatu tindakan atau gagasan-gagasan yang menurut masing-masing kelompok di anggap keramat . diantara unsure-unsur upacara di dalam suatu kelompok tersebut ada sesuatu yang dianggap penting sekali dalam suatu agama tetapi tidak di kenal dalam kelompok lain , suatu acara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari unsure-unsur dalan sebuah budaya .
Setiap suku di indonesia di satukan di indonesia , akan tetapi bukan berarti suku-suku itu menjadi satu  . kesatuan wilayah yang dimiliki di indonesia menyebabkan kesatuan adat-istadat , rasa identitas dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri bagi warga Negara indonesia .   indonesia yang memiliki keanekaragaman suku bangsa , agama , ras dan stratifikasi social telah menumbuhkan kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga yang berjalansendiri-sendiri  . Norma dan nilai kelompok di dalam masyarakat lebih luas disebut dengan pola etnis. Etnisitas adalah proses identifikasi kelompok dimana orang menggunakan label etnis untuk mendefinisikan diri mereka dan orang lain. Etnisitas merupakan semacam kombinasi keduanya, termasuk kekuatan atau kelemahan afiliasi orang yang mempunyai kelomok etnis sehingga tingkat dimana orang didalam kelompok etnis berbagi persepsi dan kognisi yang sama dan yang berbeda dengan persesp dan kognisi kelopok etnis yang lain, mereka merupakan kelompok pasar yang berbeda. sebuah budaya atau adat-istadat dalam suatu kelompok merupakan merupakan tingkat yang paling tinggi untuk mempersatuakan mereka , dari nilai budaya yang merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada di dalam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernialai , berharga dan penting dalam kehidupan sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan orientasi pada kihidupan yang damai . setiap suku yang memiliki perbedaan tentu mengalami sebuah konflik baik dalam kelompok ataupun di luar kelompok .  walaupun penyatuan secara nasional telah di lakukan dan telah terbentuk secara politisi , tetap dalam kenyataan bangsa indonesia selalu mengalami konflik – konflik .   konflik ini di defenisikan sebagai pecekcokkan , perselisihan atau pertentangan  , konflik ini lahir karena perbedaan-perbedaan baik fisik , emosi , kebudayaan dan prilaku . perbedaan-perbedaan itu memuncakk menjadi konflik ketika sistem social mmasyarakatnya tidak dapat mengakomodasi perbedaaan –perbedaan tersebut  , hal itu m endorong setiap individu untuk saling menghancurkan .  contoh konflik lampung selatan dan lampung utara :
Firman Noor
Munculnya berbagai kasus kerusuhan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa potensi konflik tak segera selesai dengan terbukanya keran demokratisasi. Dalam konteks Indonesia, Baladas Goshal (2004) telah memperingatkan, terlepas sisi positif yang dibawanya, demokratisasi juga memberikan peluang bagi meluasnya potensi konflik.
Belum lama ini konflik besar kembali terjadi. Kali ini menimpa Lampung Selatan, tepatnya di wilayah Kalianda. Dalam kasus ini, soal pelecehan seksual yang diduga sebagai pemicu konflik, yang telah menelan belasan korban jiwa ini, sebenarnya hanyalah puncak dari gunung es.
Dilihat dari akar penyebabnya, kasus Lampung—dalam batas-batas tertentu— dapat dikatakan bersifat klasik. Di dalamnya melibatkan tipe konflik yang bernuansa primordial, yang mengingatkan kita pada konflik yang terjadi di Sampit, Sambas, Kalbar, dan sejumlah daerah pascareformasi. Meski sebagian kalangan melihat konflik antarkampung di Lampung ini tak terkait masalah etnisitas, mengabaikan faktor ini juga kurang tepat. Hal ini mengingat secara kasat mata pihak-pihak yang berkonflik memiliki keterkaitan kuat dengan kedua etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali.
Sejak kehadirannya, etnis Bali—berbeda dengan orang Jawa—dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup ”legitimasi kehadiran” masyarakat Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang eksklusif (enclave). Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan dan Lampung Utara.
Meski secara kultural sebenarnya kedua etnis itu memiliki kearifan lokal yang dapat diandalkan untuk menciptakan kerukunan dan mencegah konflik, tetapi dalam berbagai kasus konflik terlihat bahwa kearifan lokal itu seolah sirna.

Masyarakat Lampung punya kearifan lokal berupa Piil Pesenggiri (Piil), yang di dalamnya terkait soal kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan, termasuk pendatang, merupakan salah satu inti ajaran Piil itu. Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal IkaTatwam Asi (kamu adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti penting hidup berdampingan secara damai.
Situasi di Lampung ini cerminan bahwa nilai-nilai kearifan lokal makin terpinggirkan. Setidaknya mengalami pergeseran makna. Konsep Piil, misalnya, mengalami penyempitan makna sekadar membela harga diri. Alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah ”kehormatan diri” justru jadi alasan pembenaran untuk menempuh cara apa pun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri. Sementara respons dari kalangan Bali menunjukkan bahwa nilai-nilai kedamaian dan toleransi yang dianut juga tidak mampu bekerja dengan sempurna.
Tentu saja, persoalan primordial ini tidak berdiri sendirian. Dalam kasus Lampung, persoalan ini berkelindan dengan kenyataan adanya disparitas ekonomi, yang bagi sementara kalangan sudah makin terlihat nyata. Kaum pendatang, terutama Bali, merupakan komunitas yang cukup sejahtera, sementara etnis Lampung tidak cukup baik kondisinya sebagai ”tuan rumah”. Di sini, persoalan klasik kecemburuan sosial antara ”pribumi” dengan ”pendatang” telah cukup membutakan akal sehat dan menjadi rumput kering yang berpotensi membara manakala menemukan pemantiknya.








B.     Rumusan masalah
A.    Apa penyebab terjadinya konflik di  antara lampung selatan dan lampung utara ?
B.     Apa dampak yang di timbulkan dari konflik tersebut ?

C.     Tujuan
Untuk menanalisa dan mempelajari apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik , dan apa dampak yang muncul akibat konflik tersebut .










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penyebab terjadinya konflik antara Lampung selatan dan lampung Utara
Lampung termasuk salah satu wilayah berpotensi rawan konflik. Lantaran secara demografi, Lampung memiliki jumlah penduduk sekitar 9 juta jiwa dengan persentase pendatang mencapai 60 persen.  Lampung Selatan berupa konflik horizontal antara masyarakat asli dengan pendatang dari suku Bali. konflik pada 27 sampai 29 kemarin adalah menewaskan 12 orang. Tiga masyarakat asli Kalianda, dan pendatang dari Bali meninggal 9. Hampir 450 rumah terbakar konflik tersebut merupakan kasus yang berulang dan lebih dalam lagi akar-akar persoalannya. Kebetulan kasusnya dipicu pelecehan terhadap dua gadis remaja oleh pemuda desa tetangga kemudian membesar hingga muncul korban . Tampaknya yang dominanmenonjol adalah “perasaan harga diri” karena merasa telah dilecehkan sehingga harus membalasnya dengan kekerasan fisik. Mereka jauh dari sikap tega terhadap nyawa manusia sebagai korban atas balas dendam yang dilakukan. Mereka pun jauh dari kesadaran bahwa para pelaku pelecehan itu adalah kelompok anak muda di mana barangkali hanya perilaku iseng atau bagian dari kenakalan belaka-produk dari rumah tangga dan lingkungan yang kurang memperhatikan pembinaan moral generasi di tengah arus sekularisasi dan materialisme yang demikian gencar .
Sejak kehadirannya, etnis Bali berbeda dengan orang Jawa dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup ”legitimasi kehadiran” masyarakat Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. , unrur – unsure baru dan lama bertentangan  secara bersamaan akan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula kepada masyarakat  , yang dapat menyebabkan gangguan secara kontinu terhadap keserasian masyarakat  .  Masyarakat pribumi takut jika datanganya penduduk lain atau berasal dari etnis yang berbeda  dapat mempengaruhi dan merubah kebudayaan masyarakat yang ada di lampung karena terpengaruh dengan datangnya sebuah adat istadat yang baru .  konflik yang di picu oleh pelecehan du gadis oleh teanga ini menyebabkan konflik etnis itu muncul , mereka melakukan yang menurut mereka benar , masyarakat prbumi ingin mengembalikan pola-pola kehidupan berdasarkan kebudayaan mereka sendiri yang terwujud sebagai kebudayaan atau adat yang sebelumnya berlaku , yang mereka angap sebagai yang adil , benar dan beradab . konflik ini mendorong terjadinya konflik yang cukup besar karena adanya rasa solidaritas yang ada di dalam suatu kelompok . 
menurut emile Durkheim solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama . dengan adanya solidaritas di dalam kelompok masing-masing menyebabkan konflik ini menjadi membesar , karena di dalam suatu kelompok yang mengalami pelecehan itu hanya gadis akan tetapi gadis tersebut merupakan anggota dari suku merka  mereka akan mempertahankan dan akan membela kelompok atau suku mereka dengan menjunjung nama baik dari setiap kelompok itu sendiri . sehingga antara kelompok lampung utara dan lampung selatan tetap mempertahankan pendapat mereka dan tidak ingin kelompok mereka kalah .   baik itu lampusng selatan atau pun lampung utara mempertahankan posisi mereka demi menjaga harga diri etnis mereka yang terdiri dari etnis bali dan etnis lampung .
persoalan primordial ini tidak berdiri sendirian. Dalam kasus Lampung, persoalan ini berkelindan dengan kenyataan adanya disparitas ekonomi, yang bagi sementara kalangan sudah makin terlihat nyata. Kaum pendatang, terutama Bali, merupakan komunitas yang cukup sejahtera, sementara etnis Lampung tidak cukup baik kondisinya sebagai ”tuan rumah”. Di sini, persoalan klasik kecemburuan sosial antara ”pribumi” dengan ”pendatang .  konsep minoritas dan moayoritas ini di anggap sebagaislah satu penyebab munculnya konflik , walaupun masyarkat bali yang berada di lampung hanyalah minoritas akan tetapi masyarakat ini memiliki ekonomi yang cukup tinggi di bandingkan kaum mayoritas yang ada di lampung .
B.     Dampak yang di timbulkan dari konflik antara lampung selatan dan lampung utara
Konflik social dapat berdampak positif ataupun berdampak negative . berdampak positif jika konflik antara lampung selatan dan lampung utara menyebabkan meningkatnya perbaikan struktur atau sistem social di dalam kelompok ataupun di luar kelompok .  pettnatangan dapat juga menjadi sara untuk mencapai kesseimbangan anatara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat , oleh karena timbulnya pertentangan antara lampung selatan dan lampung utara yang menunnjukkan selama ini bahwa akomodasi sebelumnya yang tidak di hiraukan , dengan adanya sebuah konflik maka diadakan perubahan-perubahan dalam hubungan antara kekuatan –kekuatan dalam masyarakat lampung . di dalam kelompok baik itu lampung selatan maupun lampung utara dapat meningkatkan solidaritas yang ada di dalam kelompoknya masing-masing . W.Ogburn mengatakan bahwa semakin besar permusuhan atau konflik  terhadap konflik atau kelompok luar , semakin besar pula  integrasi atau solidaritas intern yang di miliki di dalam kelompok  .  kerjasama mungkin akan semakin kuat , apabila akan adanya bahaya yang mengancam kelompok mereka dari  luar atau ada sikap dan tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional yag membuat teracam kelompok mereka
Sebaliknya konflik lampung utara dan laampung selatan akan berdampak negative jika pertentangan atau konflik tersebut diakhiri oleh perpecahan Negara  . konflik ini yang awalnya menyatukan kedua belah pihak akan tetapi dengan adanya konflik ini dapat menimbulkan retaknya persatuan antara pihak lampung utara dan lampung selatan  . konflikk ini jika semakin meluas akan menyebabkan hancurnya harta benda seperti yang terjadi pada puncak konflik yang menyebabkan rumah –rumah hancur , dan menyebabkan bebrapa orang meninggal serta masyarkat menjadi terluka akibat konflik tersebut .













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Keserasian atau harmoni dalam masyarakat sangat di idam-idamkan setiap masyarakat termasuk masyarakat lampung utara dan lampung selatan .  adanya pendatang baru dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan serta kekecewaan di antara para warga yang dapat menimbulkan konflik , konflik yang awalnya merupakan sebuah konflik tersembunyi kemudiandengan adanya suatu masalah yang di mulai oleh salah satu masyarakat menyebabkan konflik itu menjadi terbuka .
Meneurut soerjono soekanto ada lima bentuk konflik yag terjadi di masyarakat .
1.      Konflik atau pertentangan pribadi .
Konflik ini terjadi antara dua atau lebih individu karena perbedaan pandangan dan pendapat .
2.      Konflik atau pertentangan rasial .
Konflik ini timbul akibat perbedaan-perbedaan cirri badaniah , ras etnik  . konflik ini biasanya terjadi di dalam masyarakat di mana slah satu kelompok maenjadi kelompok mayoritas dan kelompok minoritas
3.      Konflik atau pertentangan di dalam kelas –kelas social . konflik ini mumnya terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan .




B.     Saran
Konflik antar lampung selatan dan lampung utara ini harus di lakukan komunikasi yang lebih efektif antara kedua belah pihak yang berkonflik , efektifitas  komunikasi yang baik dalam masyarakat akan mempercepat integrasi social anatr kedua belah pihak . Secara umum pengendalian konflik ada tiga cara yaitu :
1.      Konsiliasi
Bentuk pengendalian konflik seperti ini di lakukan melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkingkan adanya diskusidan pengambilan keputusan antara pihak lampung utara dan lampung selatan  . pihak lampung utara dan lampung selatan masing-masing bertemu satu sama lain di dalam suatu lembaga seperti lembaga perwakilan rakyat untuk menyelesaikan konflik mereka
2.      Mediasi
Pengen dalian konflik dengna cara mediasi ini dilakuakn apabila kedua belah pihak anatara lampung selatan dan lampung utara sepakat untuk menunjuk satu pihak ketiga sebagai mediator . melalui pihak ketiga ini akan memberikan pemikiran-pemikiran atau nasehat-nasehatnya tentang cara terbaik untuk menyelesaikan konflik yang sedang mereka alami . wlaupun pemikiran pihak ketiga ini tidak bersifat mengkiat, namun cara pengendalian seperti inin kadang-kadang menghaslikkan penyelesaian yang cukup efektif untuk mengurangi irasonal yang biasanya yang timbul didalam konflik .
3.      Arbitrasi
Arbitrasi atau perwasitan umumnya di lakukan pabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan pemikiran-pemikiran ertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dianta lampung selatan dan lampung utara . dalam bentuk mediasi pihak ketiga yang memberikan pemikiran aatau nasehat kepada pihak yang berkonflik bersifat tidak mengikat akan tetapi jika di arbitrasi kedua belah pihak lampung selatan dan lampung utara harus menerima keputusan-keputusan yang di ambil oleh pihak ketiga .  keputusan itu bersifat mengikat .

















DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, abu . 2009 . PSIKOLOGI SOSIAL . Jakarta : Rineka Cipta
Soekanto , soerjono .  2012 . Sosiologi suatu pengantar . Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Koentjananigrat . 2009 . Pengantar ilmu antropologi (cetakan IX) . Jakarta : PT Rineka Cipta
Mall , hugh,, dkk . 2000. RESOLUSI DAMAI KONFLIK KONEMPORER . Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Rohman, taufiq ,, dkk . 2007 . Sosiologi ( suatu kajian kehidupan masyarakat ) . Jakarta : Ghalia Indonesia
Soekanto , soerjono . 2010 . Hukum adat indonesia . Jakarta:  PT Rajagrafindo Persada .
www.wikipedia .com
www. Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar